Pengertian, Istilah Jenis-Jenis Syariah Berdasarkan Para Pakar

Kata syariah sering kali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Dengan semakin populernya istilah syariah, sebetulnya apa definisi dari kata tersebut? Pada dasarnya, pengertian syariah merupakan aturan, ketetapan, dan aturan yang sudah diciptakan oleh Allah bagi seluruh makhluk-Nya. Jika kita selidiki asal-usul kata syariah serta proses perubahannya dalam bentuk dan makna, secara etimologi kata syariah berasal dari bahasa Arab yaitu kata syara’a yang artinya jalan. Sehingga jikalau disimpulkan, kata syariah juga berarti peraturan. Sedangkan secara terminologi atau istilah, syariah merupakan sebuah sistem aturan Tuhan yang mengatur hubungan insan dengan Tuhannya, hubungan insan dengan sesama manusia, maupun hubungan insan dengan seluruh ciptaan Tuhan di alam semesta ini. Di bawah ini kami paparkan pengertian lebih lanjut dari syariah yang disampaikan oleh para pakar.

Kata syariah sering kali kita dengar dalam kehidupan sehari Pengertian, Istilah Jenis-jenis Syariah Menurut Para Pakar
Pengertian, Istilah Jenis-jenis dan Hukum Syariah Menurut Para Pakar


Inilah Pengertian Syariah Menurut Para Pakar

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Fyzee (1965), ia mengemukakan bahwa pengertian syariah sama dengan yang diambil dalam istilah bahasa Inggris yang disebut sebagai Canon of Law. Canon of Law sendiri mempunyai makna keseluruhan perintah Tuhan sehingga setiap perintah-perintah tersebut dinamakan dengan hukum. Perlu diketahui bahwa aturan Allah tidaklah gampang untuk dimengerti, sedangkan syariah sendiri sudah mencakup segala tingkah laris pada manusia. Selain itu, berdasarkan Agnides, sesuatu yang tidak akan diketahui keberadaanya jikalau seandainya tidak ada wahyu Tuhan itulah yang disebut sebagai syariah. Sedangkan Rosyada mendefinisikan syariah dengan arti memutuskan norma aturan dengan tujuan untuk menata kehidupan insan dengan Tuhannya, maupun dengan insan lainnya.

Selain beberapa pengertian syariah yang telah disebutkan sebelumnya, Hanafi (1984) juga menawarkan klarifikasi mengenai syariah. Berdasarkan apa yang telah dikemukakannya, syariah ialah hukum-hukum yang diadakan oleh Tuhan untuk para hamba-Nya melalui salah seorang Nabi-Nya, baik aturan tersebut berkaitan dengan cara mengadakan perbuatan yang disebut sebagai aturan cabang dan amalan. Kemudian Zuhdi (1987) pun mengemukakan definisi syariah pula, yaitu hukum-hukum yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya bagi para hamba-Nya dengan tujuan biar mereka mentaati hukum-hukum tersebut.

Yang terakhir, berdasarkan apa yang yang disampaikan oleh salah satu andal lain berjulukan Ashshiddieqy, syariah merupakan nama untuk hukum-hukum yang sudah ditetapkan oleh Allah. Hukum-hukum tersebut disampaikan melalui mediator Rasul Allah yang diperuntukkan bagi para hamba-Nya. Adanya syariah dimaksudkan biar setiap hamba Allah melaksanakan hukum-hukum tersebut dengan dasar iman dan takwa, baik aturan tersebut ihwal amaliyah lahiriah maupun aturan yang berkenaan dengan iman dan akhlak, kepercayaan yang mempunyai sifat bathiniah. Selain ruang lingkup syariah dalam hal ibadah, syariah juga mempunyai ruang lingkup mu’amalah yang mengatur hubungan insan dengan insan lainnya dan dengan benda. Seperti itulah beberapa pengertian syariah yang dikemukakan oeh para pakar serta beberapa penjelasannya.

Syari'ah Dalam Arti Luas

Dalam arti luas “al-syari’ah” berarti seluruh aliran Islam yang berupa norma-norma  ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laris batin (sistem kepercayaan/doktrinal)  maupun tingkah laris konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif.
Dalam arti ini,  al-syariah identik dengan din, yang berarti mencakup seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam, menyerupai kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan seterusnya. (Akidah, Akhlak dan Fikih).

Syari'ah Dalam Arti Sempit                                                                        

Dalam arti sempit al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laris individual maupun tingkah laris kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-syari’ah dibatasi hanya mencakup ilmu fikih dan usul fikih. Syari'ah dalam arti sempit (fikih) itu sendiri sanggup dibagi menjadi empat bidang:

  1. ‘ibadah
  2. mu’amalah
  3. ‘uqubah dan
  4. lainnya. 

Perbedaan Syari'ah dan Fikih

Abu Ameenah menambahkan tiga perbedaan lain antara syari’ah dan fiqh, yaitu: Pertama, Syari’ah merupakan aturan yang diwahyukan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunah, sementara fiqh ialah aturan yang disimpulkan dari syari’ah yang merespon situasi-situasi tertentu yang tidak secara eksklusif dibahas dalam aturan syari’ah. Kedua, syari’ah ialah niscaya dan tidak berubah, sementara fiqh berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dimana diterapkan. Ketiga, aturan syari’ah sebagian besar bersifat umum; meletakkan prinsip-prinsip dasar, sebaliknya aturan fiqh cenderung spesifik; memperlihatkan bagaimana prinsip-prinsip dasar syari’ah sanggup diaplikasikan sesuai dengan keadaan. Akan tetapi, walaupun sesungguhnya makna syari’ah dan fiqh mempunyai perbedaan, namun kemudian diterjemahkan secara longgar sebagai ‘hukum Islam’.

Hukum Syara’

Al Qur’an dan Sunnah membicarakan banyak sekali topik seperti, dongeng bangsa-bangsa terdahulu, hari pembalasan, dan yang lainnya. Tidak hanya itu, ada banyak nash yang membicarakan secara khusus mengenai perbuatan kita apakah harus dikerjakan atau terlarang, bab ini dijadikan tumpuan aturan Syara’.

Istilah aturan Syara’ dalam bahasa Arab maksudnya ialah permintaan Pembuat Hukum (asy Syari’) berkenaan dengan perbuatan kita. Islam membahas semua perbuatan kita apakah boleh atau tidak. Setiap perbuatan kita harus mengikuti aturan Syara’. Allah berfirman:

Barangsiapa tidak memutuskan perkara berdasarkan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu ialah orang-orang yang zalim. (Al-Maidah: 45)

Dan tidaklah patut bagi pria yang mukmin dan tidak (pula) bagi wanita yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) ihwal urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah ia telah sesat, sesat yang nyata. (Al-Ahzab: 36)

Fungsi syari’ah

Fungsi syari’ah ialah sebagai jalan atau jembatan untuk semua insan dalam berpijak dan berpedoman. Selain itu ia menjadi media berpola hidup di dunia biar hingga ke kampung tujuan terakhir (akhirat) dan tidak sesat. Dengan kata lain biar insan sanggup membawa dirinya di atas jalur syari’at sehingga pada gilirannya ia akan hidup teratur, tertib dan tentram dalam menjalin hubungannya baik dengan Khalik (pencipta) yang disebut hablum minallah, hubungan dengan sesama insan yang disebut hablum minannas, serta hubungan dengan alam lingkungan lainnya yang disebut hablum minal alam. Hubungan yang baik ini akan mempunyai nilai ibadah, dan tentu dengan menjalankan ibadah yang baik berupa ibadah eksklusif (mahdzah) ini akan membuahkan predikat baik dari Allah dan pada karenanya akan hasanah fi dunya dan hasanah fil darul abadi sehingga ia selamat di dunia dan di darul abadi itulah yang menjadi tujuan semua insan yang beriman.
Manusia dalam hidupnya terkait dengan fungsi syari’ah pada garis besarnya ada dua macam yaitu:

  1. Manusia sebagai hamba di mana harus menghambakan dirinya di hadapan Khaliq (Allah SWT).
  2. Manusia sebagai khalifah di muka bumi (mengurus dan mengatur tatanan hidup dan kehidupan).

Dan tentu jikalau hidup berpola pada syari’ah tersebut, akan melahirkan kesadaran berperilaku sesuai dengan dua fungsi tersebut di atas di mana sebagai hamba mempunyai kiprah beribadah, sesuai dengan firmanNya :

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan saya tidak membuat jin dan insan kecuali biar mereka menyembah Ku”. QS Adz-Dzariyaat : 56.
Selain itu, insan juga sebagai khalifah di muka bumi, maka ia mempunyai kiprah untuk melaksanakan amanat Allah sesuai dengan firmanNya :

إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًۭا جَهُولًۭا

Sesungguhnya telah kami amanatkan kepada langit, bumi, gunung-gunung namun mereka enggan untuk memikulnya, maka insan menyanggupi untuk memikulnya amanat tersebut tetapi mereka berbuat aniaya dan berbuat bodoh. QS. Al-Ahzab : 33.

Oleh lantaran itu maka supaya insan menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi maka Allah telah menurunkan syari’at Islam yang mempunyai kegunaan untuk mengantarkan insan guna mendapat ridhoNya supaya mendapat kebahagiaan yang hakiki sesuai dengan ayat Al-Qur’an tersebut di atas. Adapun ringkasnya fungsi tersebut di atas ialah untuk membuat kehidupan yang ma’rufat (kebaikan) serta mewujudkan keadilan sesuai dengan firmanNya :

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu biar kau sanggup mengambil pelajaran. QS. An-Nahl : 90. 

Jenis-jenis Hukum Syara’

Banyak orang Islam yang terlalu cepat menyimpulkan bahwa sesuatu Haram atau Fardu sehabis membaca ayat atau hadits. Padahal tidak setiap perintah dari sumber aturan ialah Fardu atau Haram. Aturan untuk memahaminya, yang dipakai untuk membedakan jenis-jenis aturan Syara’, sekali lagi berkaitan dengan Ushul Fiqih.

Hukum Syara’ secara umum ialah lima.

A. Fardu (wajib) 
Jika permintaan untuk melaksanakan sesuatu ialah niscaya (talab jazim) maka hukumnya Fardu atau Wajib, keduanya mempunyai makna yang sama. Seseorang yang mengerjakan yang Fardu akan diberi pahala sedangkan yang tidak taat akan mendapat siksa.

Contoh: melaksanakan dan mendirikan shalat, membayar zakat, berpartisipasi dalam jihad, mematuhi aturan Islam, seorang muslimah mengunakan hijab, dll.

B. Haram (terlarang)
Jika seruannya berkaitan dengan perintah yang niscaya untuk meninggalkan sebuah perbuatan maka perbuatan tersebut hukumnya Haram atau Mahdzur. Jika perbuatan haram dikerjakan, maka akan mendapat siksa sedang yang meninggalkannya akan mendapat pahala.

Contoh: melaksanakan riba, berjudi, menyerukan nasionalisme atau demokrasi.

C. Mandub, Mustahab, Sunnah atau Nafilah (dianjurkan) 
Jika permintaan untuk melaksanakan perbuatan bersifat tidak niscaya maka hukumnya Mandub. Seseorang yang mengerjkakannya mendapat keutamaan dan pahala. Sedangkan yang tidak mengerjakannya tidak dicela ataupun dihukum.

Contoh: menjenguk orang yang sakit, bederma kepada orang yang miskin, shaum senin kamis.

D. Makruh (tidak disukai) 
Jika permintaan untuk meninggalkan perbuatan besifat tidak niscaya maka hukumnya makruh. Orang yang meninggalkannya mendapat keutamaan dan pahala sedangkan mengerjakannya tidak dicela ataupun dihukum.

Contoh: shalat diantara waktu subuh dan terbit matahari, makan bawang sebelum pergi ke masjid, membuang sampah di jalan.

E. Mubah (boleh) 
Jika pilihan mengerjakan atau meninggalkan perbuatan diserahkan kepada masing-masing, maka perbuatan tersebut hukumnya Mubah. Yang mengerjakannya tidak akan diberi pahala atau pun mendapat siksa.

Seperti memakan domba atau ayam, menikah hingga empat istri, mengemudi mobil, dll

Sebagian aturan Syara’ menyerupai Fardu dibagi lagi menjadi beberapa subkategori. Sebagai contoh: Fardu dibagi menjadi Fardu ‘Ain dan Fardu Kifayah. Fardu ‘Ain ialah kewajiban setiap muslim, menyerupai shalat lima waktu setiap harinya, shaum di bulan ramadan, memenuhi kewajiban kepada suami atau istrinya. Sedangkan Fardu Kifayah merupakan kewajiban kepada seluruh umat hingga sebagian dari umat menuntaskan Fardu tersebut, menyerupai mengurus pemakaman seorang muslim yang meninggal. Jika sebagian dari umat mengerjakan kiprah tersebut, maka terangkatlah kewajiban atas sebagian yang lain. Sebagian aturan Syara’ yang lain juga kadang dibagi lagi lebih lanjut.

Pencarian yang paling banyak dicari

  • pengertian syariah dan fiqih
  • pengertian syariah berdasarkan bahasa dan istilah
  • pengertian syariah berdasarkan para ahli
  • pengertian syariah secara etimologi dan terminologi
  • syariah islam adalah
  • pengertian syariah secara teknis
  • ruang lingkup syariah
  • contoh syariah

0 Response to "Pengertian, Istilah Jenis-Jenis Syariah Berdasarkan Para Pakar"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel